Baha'i Melintas Jaman: Dilarang Sukarno, Dipulihkan Gus Dur

 

Google

Meoctupdate - Agama Baha'i jadi sorotan publik usai video ucapan selamat hari raya dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang diunggah pada 26 Maret lalu menjadi viral.

Meski tak banyak dikenal publik, agama ini telah eksis jauh sebelum Indonesia merdeka.


Berdasarkan catatan Kementerian Agama, Baha'i masuk ke Indonesia pada 1878, dibawa pedagang bernama Jamal Effendi dan Mustafa Rumi. 


Seiring waktu berjalan, Baha'i berkembang di Indonesia, meski perjalanannya ini tak selalu mulus. Salah satunya ketika Baha'i dinyatakan jadi organisasi terlarang pada pengujung Orde Lama.


Pelarangan itu termaktub dalam Keputusan Presiden nomor 264 tahun 1962. 


    

Pilihan Redaksi

WHO Ingatkan Dunia soal Dampak Virus Corona Varian Delta 

Viral Tukang Bawang Mirip Sule hingga Tukang Minyak 'Boy William'

Pakar Bantah Vaksin Jadi Pemicu Mutasi COVID-19, Ini Penjelasannya


"Pada tahun '62, Sukarno pernah mengeluarkan satu keputusan mengenai tujuh organisasi yang dilarang hidup di Indonesia, salah satunya Baha'i," kata Direktur Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Abidin Bagir dalam diskusi daring, Jumat (30/7).


Selain Baha'i, Sukarno juga melarang Freemason, Liga Demokrasi, Rotary Club, Divine Life Society, Moral Rearmament Movement, dan Ancient Mystical Organization Of Rosi Crucians (AMORC).


Menurut Bagir, pelarangan Baha'i terkait revolusi, sosialisme, dan gerakan-gerakan yang dianggap tidak sejalan dengan kepentingan nasional. 


Namun selama hampir 40 tahun setelah resmi dilarang, Baha'i tetap hidup di desa-desa, dengan para penganutnya berkumpul dalam komunitas-komunitas kecil.


Pascareformasi, Baha'i mendapat angin segar. Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mencabut Keputusan Presiden nomor 264 tahun 1962. 


"Tahun 2000, Baha'i sudah sah secara legal. Nah, kemudian tadi saya sebut di level komunitas tetap saja tidak ada banyak pemahaman mengenai Baha'i itu apa sehingga masih banyak menduga aliran sesat," ucap Bagir.


Pada 2014, di akhir kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Baha'i jadi sorotan publik setelah Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan Baha'i sebagai sebuah agama, bukan aliran sesat.


Pernyataan itu dikeluarkan karena Kementerian Dalam Negeri membutuhkan kepastian soal status para penganut Baha'i untuk memberi layanan kependudukan.


Rezim kembali berganti, Baha'i tetap hidup di negeri ini. Beberapa pekan terakhir, Baha'i kembali jadi perbincangan publik usai salah satu pejabat pemerintahan Presiden Joko Widodo memberi perhatian khusus.


Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan selamat Hari Raya Nauruz kepada umat Baha'i. Hal ini diketahui dari video yang diunggah melalui kanal YouTube Baha'i Indonesia pada 26 Maret 2021 -- dan kemudian diviralkan kembali.


Publik pun bertanya-tanya. Pasalnya, Baha'i selama ini tak masuk dalam enam agama yang diakui negara, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (PNPS)


Meski begitu, Kementerian Agama menegaskan tak ada aturan hukum yang menyebut negara melarang agama selain enam agama itu. Agama-agama ini tetap diizinkan asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan.


"Tak berarti agama-agama lain seperti Yahudi Taosime, Shinto itu dilarang di Indonesia. Ini termaktub eksplisit. Nah, asalkan ketentuannya yang penting tidak ada penodaan dan pelecehan terhadap agama-agama lain," kata Staf Khusus Menteri Agama, Ishfah Abidal AziJ.amalada, kamis (29/7) 

LihatTutupKomentar