Meoctupdate - Total 452 kasus bunuh diri dilaporkan terjadi di Singapura sepanjang tahun lalu saat pandemi virus Corona (COVID-19) merajalela. Angka itu tercatat sebagai yang tertinggi di Singapura sejak tahun 2012.
Seperti dilansir Straits Times, Kamis (8/7/2021), hal tersebut disampaikan oleh pusat pencegahan bunuh diri Samaritan of Singapore (SOS), yang merupakan lembaga non-profit, dalam pernyataan terbarunya pekan ini.
Disebutkan pihak SOS bahwa angka 452 kasus bunuh diri sepanjang tahun lalu merupakan kenaikan sebesar 13 persen dibandingkan total kasus setahun sebelumnya atau tahun 2019, saat Singapura mencatat total 400 kasus dalam setahun.
SOS menambahkan bahwa kenaikan kematian akibat bunuh diri terjadi dalam kelompok semua umur. Secara khusus, jumlah kematian akibat bunuh diri di kalangan warga lanjut usia (lansia) -- usia 60 tahun ke atas -- mencapai 154 kasus.
Angka ini mencetak rekor tertinggi untuk kelompok usia ini sejak tahun 1991 dan mengalami kenaikan 26 persen dibanding tahun 2019.
"COVID-19 telah sangat berdampak pada perekonomian negara, gaya hidup dan kesehatan mental. Kami sangat khawatir soal bagaimana warga lansia kita menghadapi krisis kesehatan masyarakat ini," ucap Direktur Eksekutif SOS, Gasper Tan, dalam pernyataannya.
"Selama periode pandemi, warga lansia lebih mungkin menghadapi isolasi sosial dan kekhawatiran finansial. Kesulitan beradaptasi terus-menerus dengan perubahan juga perasaan kesepian berkepanjangan dapat menghancurkan," imbuhnya.
Dalam pernyataannya, pihak SOS menyebut bahwa meskipun ada peningkatan kasus bunuh diri di kalangan warga lansia sepanjang tahun 2020 dibandingkan setahun sebelumnya, layanan hotline 24 jam menerima sedikit panggilan telepon dari kelompok usia tersebut.
Untuk tahun keuangan April 2020 hingga Maret 2021, tercatat ada 4.455 panggilan dari warga lansia. Angka itu lebih rendah dibandingkan tahun 2019 yang mencatat 4.816 panggilan.
Pihak SOS menambahkan bahwa panggilan dari warga lansia pada umumnya mengungkapkan kesulitan menghadapi kesepian dan tidak adanya aktivitas akibat isolasi, tekanan psikologis dan hubungan sosial serta keluarga yang terganggu -- yang diperparah oleh pandemi.
"Sejak pandemi, banyak aktivitas dan inisiatif langsung untuk warga lansia digeser secara digital. Mereka yang memiliki kemampuan terbatas dengan teknologi mungkin mendapati diri mereka tersesat dan tidak berdaya," ujar Tan.
Dia menambahkan bahwa merujuk pada ketidakpastian soal berapa lama pandemi akan berlangsung, penting untuk membangun upaya-upaya dan menemukan cara baru untuk mendukung kesehatan mental kalangan lansia.
Informasi ini ditunjukan kepada masyarakat agar dapat menginspirasi untuk tidak mengikuti hal-hal tersebut.