Kelebihan dan Efek Samping Vaksin Covid-19 Pfizer, Efikasi hingga 100 Persen

 


Meoctupdate - Badan Pengawasan Obat dan Makanan telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) untuk vaksin Pfizer pada 14 Juli 2021.


Hasil uji klinis fase ketiga menunjukkan efikasi vaksin Pfizer mencapai 100 persen pada kelompok usia 12-15 tahun. Sementara ketika diberikan kepada usia 16 tahun ke atas, efikasinya menurun menjadi 95,5 persen.


"Dan data uji klinik fase III menunjukan efikasi comirnaty, pada usia 16 tahun ke atas adalah 95,5 persen dan pada usia remaja 12-15 tahun adalah 100 persen," ujar Penny dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (15/7/2021).

Dengan diterbitkannya EUA untuk vaksin Pfizer, maka BPOM telah menerbitkan izin penggunaan darurat kepada enam jenis vaksin Covid-19 di Indonesia.


"Pertama, ada Coronavac dari Sinovac, vaksin Covid-19 yang diproduksi oleh Bio Farma, AstraZeneca yang diperoleh dari Covax facility, Sinopharm dari Beijing, dan Moderna dari Amerika," kata Penny.

Vaksin yang diproduksi oleh Pfizer and BioTech ini diberikan melalui injeksi sebanyak dua kali dalam rentang waktu tiga pekan.

Data imonogenitas menunjukkan pemberian dua dosis vaksin comirnaty dalam selang tiga minggu ini menghasilkan respons yang baik.


BPOM menyatakan beberapa kajian menunjukkan keamanan vaksin Pfizer dapat ditoleransi pada semua kelompok usia. 


BPOM juga menyebut penilaian data mutu vaksin Pfizer telah dilakukan sesuai pedoman evaluasi yang berlaku secara internasional.

Adapun, efek samping dari penyuntikan vaksin Pfizer ini adalah nyeri pada tempat suntikan, kelelahan, nyeri kepala, sakit otot, nyeri sendi dan demam.


Vaksin Pfizer bekerja dengan cara ketika disuntikkan pada sel yang divaksinasi, maka protein akan diambil oleh sejenis sel kekebalan dan nantinya sel ini membantu melawan infeksi.


Tidak hanya membentuk antibodi, vaksin ini juga akan mengaktifkan sel penyaji antigen yang disebut sel T yang berfungsi mencari dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus Covid-19.


Vaksin Pfizer menggunakan teknologi terbaru berbasis versi sintetis molekul virus SARS-CoV-2 yang disebut "messenger RNA" atau disingkat mRNA.


Messenger RNA adalah untai tunggal kode genetik yang dapat "dibaca" dan digunakan sel untuk membuat protein.


Ampuh lawan varian baru


Vaksin Covid-19 dari Pfizer terbukti bisa melindungi varian Beta (B.1.351) yang berasal dari Afrika Selatan dan varian Alpha (B.1.1.7) yang berasal dari Inggris.


Bukti ini didapatkan dari Qatar yang sedang menghadapi gelombang kedua pandemi dengan adanya penyebaran varian Alpha dan Beta.


Temuan yang diterbitkan di The New England Journal of Medicine (NEJM) pada pada Rabu (5/5/2021) ini menunjukkan, vaksin Pfizer ampuh melawan varian Alpha dan Beta.


Kajian ini dipimpin Laith Jamal Abu-Raddad, ahli epidemiologi penyakit menular di Weill Cornell Medicine, Qatar.


Kajian Laith dan tim menemukan, perkiraan efektivitas vaksin Pfizer terhadap infeksi varian Alpha yang didokumentasikan mencapai 89,5 persen pada 14 hari atau lebih setelah suntikan dosis kedua.


Sementara efektivitas terhadap infeksi varian Beta adalah 75 persen.


Vaksin ini juga efektif mencegah keparahan yang ditimbulkan infeksi virus Covid-19 varian Alpha dan Beta, yaitu 97,4 persen.


Dalam uji klinis fase III vaksin Covid-19 Pfizer, sebagaimana dilaporkan Fernando P Polack dan tim di NEJM pada Desember 2020, vaksin ini memiliki efikasi 95 persen melawan virus Covid-19 versi awal. 


Studi yang dilakukan oleh Public Health England juga menunjukkan, bahwa dua dosis vaksin yang diproduksi oleh Pfizer-BioNTech efektif dalam mencegah rawat inap akibat varian Delta (B.1.617.2) yang berasal dari India.


Mereka yang telah menerima dua dosis vaksin Pfizer-BioNTech, 96 persen terhindar dari rawat inap tanpa kematian. Penelitian ini melibatkan 14.019 orang di Inggris yang telah tertular virus varian Delta.


Dari mereka, 166 dirawat di rumah sakit dari 12 April hingga 4 Juni. Selain itu, melansir Aljazeera, vaksin ini 88 persen efektif melawan Covid-19 bergejala yang disebabkan oleh varian Delta dua minggu setelah dosis kedua.

LihatTutupKomentar