Miris Kakak Beradik di Sidoarjo Jatim Timbun Tabung Oksigen



Meoctupdate - Polda Jawa Timur membongkar praktik penimbunan tabung oksigen medis di Sidoarjo. Alat kesehatan itu ditimbun dan akan dijual lagi oleh pelaku dengan harga yang jauh melebihi harga eceran tertinggi (HET), di tengah pandemi Covid-19. Kedua pelaku yang masih berstatus saksi itu adalah sepasang kakak beradik, AS dan TW. Polisi menyita 129 tabung oksigen dari para pelaku. Per tabung berukuran satu meter kubik itu dijualnya seharga Rp1,3 juta, padahal HET hanya boleh dijual Rp750 ribu. "Ada yang mencari keuntungan dengan menjual dua kali lipat," kata Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta, di Mapolda Jatim, Senin (12/7).


Nico menjelaskan, hal ini bermula saat pihaknya memperoleh informasi dari seorang pembeli berinisial FR. Ia mengaku membeli tabung oksigen beserta isinya dari pelaku TW melalui Facebook, seharga Rp1,3 juta.


TW mengaku mendapatkan tabung oksigen dan isinya itu dari kakak kandungnya AS. Pelaku AS ini ternyata sudah menyiapkan tabung oksigen serta isinya yang dibeli dari depo dan pengisian oksigen dari PT S dan PT NI dengan harga Rp700 ribu. Artinya, sepasang kakak beradik ini, AS dan TW, dalam aksinya meraup keuntungan Rp650 ribu per tabung oksigen ukuran satu meter kubik. Kendati telah mengungkap kasus ini, Polda Jatim ternyata belum menetapkan kedua pelaku itu sebagai tersangka. Saat ini polisi masih memeriksa tiga orang berinisial AS, TW dan satu orang saksi korban FR untuk pendalaman. "Penyelidikan lebih lanjut. 

Kami menghimbau kepada masyarakat tidak usah membeli untuk disimpan lebih parah untuk dijual lagi," kata Nico. Nico mengatakan, 129 tabung oksigen medis yang telah disita itu akan diserahkan kepada orang-orang yang membutuhkan. "Kami lakukan pendalaman, tabung gas ini kami serahkan kembali ke pemiliknya supaya diserahkan ke yang membutuhkan dengan harga sesuai," ucapnya. Nantinya, jika AS dan TW terbukti bersalah, mereka akan dikenakan Pasal 62 Ayat (1) Jo Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman hukumannya lima tahun penjara atau denda paling banyak Rp2 miliar.


LihatTutupKomentar