Baliho Bertebaran, Elite Politik Dianggap Tak Peka dengan Warga Terdampak Pandemi

 


Meoctupdate - Baliho yang menampilkan wajah tokoh politik belakangan ini bertebaran di ruang publik.


Dosen Komunikasi Politik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Putri Hergianasari, menilai pemasangan baliho secara masif itu dilakukan tokoh politik semata untuk meningkatkan popularitas.


Namun, waktu pemasangan baliho pada saat ini dianggap kurang tepat.


Baca juga: Vandalisme Baliho Puan Maharani di Blitar dan Surabaya, Diduga Bermuatan Politis hingga Dilaporkan ke Polisi


Kampanye politik yang menghabiskan biaya besar di tengah pandemi justru menunjukkan politikus tidak peka dengan kondisi masyarakat.


"Andai saja dana belanja spanduk tersebut digunakan untuk membantu masyarakat secara langsung, tentu akan lebih bermanfaat dan dirasakan langsung. Dan jasa-jasa mereka akan lebih dikenang masyarakat," kata Putri saat dihubungi, Kamis (5/8/2021).


Kendati demikian, Putri berharap politikus tidak menjadikan pandemi sebagai komoditas politik.


"Karena kalau sudah menjadi komoditas politik, maka penanganan pandemi ini tak lagi murni dan sarat kepentingan. Padahal yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah kepastian penanganan pandemi, terutama soal PPKM yang berlarut," kata Putri.



Baca juga: 6 Helikopter TNI AU Bolak-balik di Langit Bogor, Ada Apa?


Soal pesan-pesan kebangsaan yang tertulis dalam baliho sejumlah tokoh politik, Putri merasa pesan normatif itu bakal sulit dipahami masyarakat.


Masyarakat hanya akan mengingat orang yang ada dalam baliho.


"Karena orang awam yang dilihat lebih kepada visual daripada tulisannya," ujar Putri.


Sebagai informasi, belakangan ini sejumlah politikus memasang baliho berukuran besar di pinggir jalan.


Beberapa di antaranya adalah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai (DPP) Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Puan Maharani, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar.

LihatTutupKomentar