Seorang perawat inisial RS ditangkap polisi atas dugaan keterlibatan penimbunan obat terapi COVID-19 di rumah sakit di Jakarta. Pelaku rupanya mengumpulkan 'obat COVID' itu dari pasien COVID yang ditanganinya.
"Ada modus perawat yang bermain. Dia ambil obat sisa-sisa pasien COVID yang meninggal dunia. Itu yang disimpan sama dia dan dikasih ke sindikat mereka," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus kepada wartawan, Rabu (4/8/2021).
RS ditangkap bersama 23 pelaku lainnya. Total 24 pelaku penimbunan obat terapi COVID-19 ini telah beraksi selama sebulan terakhir.
Menurut Yusri, obat-obatan yang telah dikumpulkan oleh pelaku perawat inisial RS ini lalu diserahkan ke pelaku lainnya. Nantinya obat-obatan itu dijual lewat media sosial dengan harga di atas harga pasaran.
Sejumlah obat terapi COVID-19 yang ditimbun pelaku ini mulai dari avigan favipiravir, acterma, fluvir oseltamir, azithromycin, hingga ivermectin. Pelaku menjual obat-obatan hasil penimbunan itu dengan harga berpuluh kali lipat lebih mahal.
Dijual Rp 40 Juta
Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Mukti Juharsa mencontohkan, dalam menjual obat acterma hasil penimbunan, pelaku menjual hampir 40 kali lipat dari harga eceran tertinggi (HET).
"Dijual Rp 40 juta per boks. Harga normalnya Rp 1,6 juta. Untungnya kan berapa puluh juta itu banyak sekali," jelas Mukti.
Total ada 6.964 butir obat terapi COVID-19 yang diamankan polisi dari penangkapan para pelaku. Dalam melakukan aksinya pelaku selalu menawarkan obat COVID hasil penimbunan ini lewat media sosial.
Ribuan obat yang telah menjadi barang bukti ini telah disita polisi. Polisi direncanakan akan menyerahkan barang bukti itu ke pihak Kemenkes dan BPOM untuk dijual kembali ke masyarakat yang membutuhkan dengan harga normal.
"Obat ini kita coba jual kepada orang yang membutuhkan sesuai HET. Kita koordinasi dengan jaksa supaya bisa dimanfaatkan obat ini. Jadi untuk barang bukti hanya uang saja ke pengadilan," pungkas Mukti.