Belakangan ini fenomena organ intim yang saling tersangkut saat bercinta alias gancet ramai dibahas. Bermula dari viralnya video di media sosial yang mengklaim menunjukkan ada pasangan gancet karena azab berzina.
"Astaghfirullah hal azim akibat zinah GK bisa lepas," tulis satu pengguna media sosial TikTok yang turut membagikan video tersebut.
Penelusuran detikcom menemukan sumber video pasangan gancet tersebut dari akun Youtube Gus Idris Official. Di dalam video, akun Gus Idris Official menulis keterangan bahwa ini hanya rekayasa.
"Materi di video ini dibuat untuk kepentingan edukasi dan hiburan semata. Ini hanya cerita fiksi yang kemudian dibuat dalam bentuk visual," tulis Gus Idris Official.
Komentar dokter
Dalam masyarakat fenomena gancet kerap dikaitkan dengan hal mistis. Namun, dari segi medis sebetulnya ada penjelasan untuk gancet yaitu kondisi penis captivus dan kemungkinan disebabkan oleh kondisi vaginismus.
Spesialis kandungan dr Robbi Asri Wicaksono, SpOG, dalam program e-Life menjelaskan vaginismus sebagai penyakit kekakuan otot dinding vagina yang tak bisa dikenali.
Namun ditegaskan meski kasusnya benar-benar ada, gancet sebenarnya amat jarang terjadi. Bahkan pada kebanyakan kasus vaginismus, penetrasi sama sekali tak bisa dilakukan.
"Fenomena gancet sebetulnya kejadiannya sangat jarang. Sangat jarang, angka persisnya saya sendiri belum menemukan secara ilmiah," kata dr Robbi.
Alih-alih menggerebek dan mengejek, dr Robbi mengingatkan bahwa pasangan gancet memerlukan penanganan medis secepat mungkin.
Sebab bukan mustahil, kondisi gancet menyebabkan kematian lantaran sang pria atau wanita kehabisan napas dalam kondisi tubuh saling tumpuk.
Jika mengalami atau melihat pasangan gancet, segera hubungi atau bawa ke rumah sakit dengan layanan UGD dan anestesi. dr Robbi menegaskan, menarik paksa penis dari vagina tidak akan menyelesaikan gancet.
Pengalaman penyintas
Penggagas Komunitas Pejuang Vaginismus, Dian Mustika, menceritakan pengalamannya ketika mengidap penyakit vaginismus selama dua tahun.
Dalam program e-Life, Dian mengaku sempat merasa stres dan hampir depresi karena vaginismus membuat hubungan rumah tangganya nyaris gagal.
Selama dua tahun itu ia takut memeriksakan diri ke dokter. Bahkan, ia juga menahan diri bercerita kepada orang terdekat karena takut mendapatkan respons negatif.
"Udah mulai down, stres, hampir frustasi, depresi, udah sampe ada kalimat di mana kita lebih baik berpisah saja. Itu sudah hampir keluar, karena ya mau buat apa rumah tangga tidak ada hubungan seksual tuh rasanya kayaknya bukan nggak afdol gitu ya kayak bukan suami istri," ungkap Dian.
Sampai akhirnya Dian menemukan artikel di internet yang bisa menjawab pertanyaan terkait kondisinya. Ia dan suami kemudian memutuskan menjalani terapi.
Dian mengatakan, bahwa proses penyembuhan penyakitnya cukup mudah dan lancar. Setelah berhasil sembuh dari vaginismus, ia merasa terpanggil untuk menolong sesama pengidap.
Atas dasar itulah dirinya membentuk komunitas berisi para pejuang vaginismus.
"Jadi di sini (komunitas) memberikan wadah untuk teman-teman untuk memberikan cerita tanpa ada yang menghakimi, membully, ngeremehin, nggak ada yang bilang 'kamu cuma rileks' dan segala macemnya, itu nggak ada.
Karena aku ngerti banget gimana mau cerita tapi ada ketakutan nanti mendapatkan respon yang nggak menyenangkan," pungkas Dian.