Meoctupdate - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berbicara tentang vaksin terbaik dalam menghadapi COVID-19. Jokowi mengungkap vaksin terbaik adalah yang sudah tersedia dan yang paling cepat didapatkan.
"Vaksin apa yang terbaik untuk menghadapi Covid-19? Jawabannya sederhana: vaksin terbaik adalah vaksin yang sudah tersedia dan paling cepat Anda dapatkan," tulis Jokowi di akun Twitter-nya, seperti dilihat, Senin (19/7/2021).
Baca juga:
Sungguh Cinta atau Manipulatif? Kenali Tanda-tandanya
Jokowi juga mengunggah foto ilustrasi masyarakat sedang disuntik vaksin COVID-19. Lewat vaksinasi, Jokowi berharap Indonesia segera bebas dari pandemi.
"Mari segera dapatkan vaksinasi seraya tetap mematuhi protokol kesehatan. Hanya dengan itu, kita dapat mengakhiri pandemi ini," ujar Jokowi.
3 Provinsi Jadi Fokus Jokowi untuk Vaksinasi
Jokowi sebelumnya meminta agar vaksinasi untuk Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten digenjot. Pasalnya, capaian vaksinasi di ketiga provinsi di Pulau Jawa itu masih rendah.
Hal itu disampaikan dia dalam Ratas Penanganan Pandemi COVID-19 (Evaluasi PPKM Darurat) di Istana Merdeka, Jumat (16/7). Kegiatan itu disiarkan di YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu (17/7).
"Ketiga berkaitan provinsi mana, wilayah mana yang didahulukan. Saya melihat angka-angka, Jakarta dan Bali kemarin memang ingin kita dahulukan. Bali sudah 81 persen dosis yang telah disuntikkan, DKI sudah 72 persen," kata Jokowi.
"Saya kira Agustus sudah akan selesai masuk ke herd immunity. Kemudian provinsi mana yang sekarang harus kita fokuskan. Menurut saya, tiga, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten," terang Jokowi.
Baca juga:
Tata Cara Sholat Idul Adha di Rumah, Niat, dan Bacaannya
Jokowi lalu membacakan capaian vaksinasi di Jawa Barat di angka 12 persen, Jawa Tengah 14 persen, dan Banten juga 14 persen. Jika vaksinasi di ketiga provinsi ini berfokus melakukan vaksinasi terhadap warganya, Jokowi optimistis Pulau Jawa akan mencapai tahap herd immunity paling lambat pada pertengahan September nanti.
"Sehingga Jawa segera masuk ke herd immunity kita harapkan di bulan Agustus akhir atau paling lambat pertengahan September," ungkap Jokowi.
Baca juga:
Tanda Seseorang Jago di Ranjang, Menurut Studi
Diketahui, awalnya vaksin COVID-19 yang tersedia di Indonesia adalah Sinovac. Kemudian dalam perjalanannya tersedia juga vaksin COVID-19 lainnya yaitu AztraZeneca, Moderna, Sinopharm, Pfizer yang telah mendapatkan izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) dari BPOM. Pfizer juga akan masuk ke RI diperkirakan pada Agustus 2021 mendatang.
Pernyataan Jokowi ini disampaikan di tengah ramainya sorotan mengenai efektivitas vaksin Sinovac yang mayoritas digunakan di Indonesia. Pakar-pakar dari dunia barat yang dikutip media internasional kerap mengaitkan tingginya lonjakan corona varian Delta di Indonesia dengan rendahnya efikasi Sinovac, vaksin yang diproduksi China. Menanggapi hal ini, pemerintah melalui Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan varian Delta ini bisa menurunkan efikasi seluruh merek vaksin.
Baca juga:
Stok Vaksin Sulsel Menipis, Pemprov Fokus Vaksinasi di Daerah COVID Tertinggi
Jika merunut ke belakang, Indonesia yang bukan merupakan negara produsen vaksin, memang harus berjuang keras untuk dapat memperoleh vaksin di awal pandemi. Indonesia akhirnya memilih Sinovac sebagai vaksin yang didatangkan untuk pertama kali. Begini perjalanannya:
Sinovac, Vaksin Pertama yang Tersedia
Sebagaimana diketahui, vaksin Corona pertama yang dipilih Indonesia adalah vaksin Sinovac. Indonesia juga termasuk negara yang melakukan uji klinis untuk vaksin buatan China ini.
Baca juga:
Tambahan Positif Corona di RI 17 Juli Masih Tinggi, 51.952 Kasus
Indonesia melalui BUMN, PT Bio Farma menjalin kerja sama dengan Sinovac untuk segera memproduksi vaksin Corona pada April 2020. Saat itu, sejumlah negara-negara terus mengembangkan vaksin Corona karena virus COVID-19 terus menyebar. Sinovac, yang merupakan perusahaan asal China, sudah melakukan uji klinis tahap dua.
Di tengah kondisi krisis yang memaksa sejumlah negara untuk segera menghadirkan vaksin Corona, Indonesia pun memilih Sinovac
Uji Klinis Tahap Tiga
Sebanyak 2.400 dosis vaksin Sinovac telah tiba di Indonesia pada Juli 2020. Vaksin ini didatangkan untuk uji klinis tahap 3 pada Agustus di Bandung.
Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir saat itu menjelaskan Sinovac dipilih karena kesamaan kompetensi yang dimiliki oleh Bio Farma. Maka dari itu, langkah terbaik saat itu ialah mengembangkan vaksin Sinovac karena bisa cepat dikembangkan.
"Jika melihat timeline ataupun proses pengembangan, calon vaksin COVID-19 dari Sinovac termasuk satu dari 10 kandidat yang paling cepat dan sudah masuk ke uji klinis tahap 3. Selain itu, metode pembuatan vaksin menggunakan platform inactivated virus sudah dikuasai Bio Farma," kata Honesti dalam keterangan tertulis, Jumat (11/12/2020).
Kenapa Tidak Vaksin yang Lain?
Kemudian sempat muncul pertanyaan mengapa Indonesia saat itu tidak memilih Pfizer atau Moderna yang hasil uji klinisnya bagus. Honesti Basyir saat itu menerangkan vaksin erat kaitannya dengan masalah distribusi. Indonesia tidak mau vaksin yang pada uji klinis bagus, tapi karena proses distribusinya tidak bagus mengakibatkan kerusakan.
Maka dari itu, Indonesia ketika itu memilih Sinovac. Karena dapat disimpan pada temperatur 2-8 derajat Celsius. Secara kemampuan, Indonesia sanggup menanganinya. Kendati demikian, dalam perjalanannya Pfizer dan Moderna juga dipilih Indonesia.
WHO Kritik Keras Negara Maju yang Monopoli Vaksin
Sejak Oktober 2020, Indonesia juga terus melakukan lobi-lobi dengan COVAX. COVAX merupakan program berbagi vaksin untuk memastikan akses yang adil dan setara untuk seluruh negara, terutama negara miskin.
WHO juga mengecam negara-negara kaya yang disebut telah memonopoli vaksin virus Corona (COVID-19) sehingga mempersulit negara-negara yang lebih miskin untuk mendapatkan pasokan vaksin.
Seperti dilansir AFP, Selasa (23/2/2021), Direktur Jenderal (Dirjen) WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyebut kesepakatan langsung antara beberapa negara kaya dengan para produsen vaksin berarti alokasi vaksin seperti yang telah disepakati sebelumnya untuk negara-negara miskin, melalui program COVAX, menjadi berkurang.
Tedros menyatakan bahwa dana telah tersedia untuk pembelian vaksin Corona bagi negara-negara termiskin setelah donasi terbaru dari Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan Jerman, tapi itu tidak ada gunanya jika tidak ada vaksin yang bisa dibeli.
Izin Sinovac Keluar
Kepala BPOM Penny K. Lukito resmi memberikan izin penggunaan darurat (EUA) untuk vaksin CoronaVac buatan Sinovac (11/1). Sinovac menjadi vaksin pertama yang bisa digunakan untuk publik.
Efikasinya ketika itu baru 65,3%. Menurut Penny, sebenarnya efikasi 65,3% sudah mengikuti ketetapan internasional untuk digunakan.
Jokowi Disuntik Vaksin Sinovac
Dua hari setelah EUA keluar, Presiden Jokowi menjadi orang pertama yang mendapatkan suntikan vaksin Corona buatan Sinovac itu. Selanjutnya, vaksin Sinovac pun disuntikkan untuk kelompok yang masuk kategori prioritas.
Meskipun memilih vaksin Sinovac, Indonesia juga memilih vaksin AstraZeneca-Oxford dan Pfizer-BioNTech. Selain itu, Indonesia mendapat bantuan vaksin Moderna lewat jalur COVAX.
Indonesia Terus Penuhi Stok Vaksin
Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin mengatakan keputusan pemerintah RI memesan vaksin COVID-19 ke empat negara adalah untuk memenuhi kebutuhan vaksin masyarakat. Budi menuturkan, jika Indonesia hanya memesan vaksin COVID-19 di satu negara, jumlahnya tak cukup untuk menjangkau seluruh masyarakat.
"Kalau belinya hanya dari satu negara, tidak mencukupi. Jadi harus empat negara," kata Menkes Budi saat kunjungan kerja di Kota Bengkulu, Kamis (11/3/2021).
Baca juga:
Tanda Seseorang Jago di Ranjang, Menurut Studi
Keempat negara yang dimaksud Menkes Budi adalah China, Inggris, Amerika, dan Jerman. Seperti diketahui, Inggris memproduksi vaksin COVID-19 AstraZeneca, Amerika memproduksi vaksin Novavax, Jerman memproduksi vaksin Pfizer, dan China memproduksi vaksin Sinovac.
"Vaksin ini menjadi incaran banyak negara, itulah kita memilih empat negara, sehingga kalau ada kendala satu negara, kita masih ada negara lain," jelas Menkes Budi