Varian Corona Delta Plus Sudah Teridentifikasi di RI, Apa Bedanya dengan Delta?


Menyusul varian Delta, varian Delta Plus kini mulai mengancam dan teridentifikasi di Indonesia. Varian ini tengah diwaspadai karena memiliki mutasi yang juga ditemukan dalam varian baru corona yang lebih ganas lainnya yakni Gamma dan Beta.

Varian Delta sendiri sudah banyak ditemukan dan dilaporkan para ahli mulai mendominasi di RI. Varian ini juga disebut sebagai salah satu dalang lonjakan kasus di Indonesia dalam 2 bulan terakhir.

Lantas, apa perbedaan varian Delta dan Delta Plus?
Berikut penjelasan WHO, Selasa (27/7):

Varian Delta

Dalam sebuah video yang diunggah di Twitter, baru-baru ini Kepala Ilmuwan WHO dr Soumya Swaminathan memberikan penjelasan mengenai varian Delta. Ia menerangkan bahwa varian Delta (B.1617) adalah varian yang pertama kali teridentifikasi di India yang punya kombinasi mutasi sehingga varian ini lebih menular.

Menurut Soumnya, varian ini setidaknya dua kali lebih menular dari SARS-CoV-2. Artinya apabila seseorang terpapar varian ini, mereka mungkin punya lebih banyak muatan virus sehingga bisa lebih mudah menularkan ke orang lain.

“Virus bisa keluar dan masuk sel dan masuk saluran pernapasan dengan cepat. Sehingga yang tadinya virus ini dapat menyebar ke 2 orang bisa menjadi ke 4, 6, hingga 8 orang. Kabar baiknya, vaksin yang kita pakai di dunia hingga saat ini efektif setidaknya dalam mencegah perburukan akibat varian Delta,” terang dia.

Delta Plus

Sementara itu, Soumnya mengatakan Delta Plus lebih berbahaya lagi karena varian ini punya mutasi lain yang juga teridentifikasi di varian Gamma (P1 asal Brasil) dan Beta (B.1.351 asal Afrika Selatan). Kedua mutasi ini berpotensi mempengaruhi antibodi yang membunuh virus.

“Dan ada sedikit kekhawatiran bahwa strain ini jadi lebih mematikan karena akan kebal dari obat-obatan dan vaksin. Kabar baiknya masih sedikit kasus varian ini yang ditemukan di dunia,” lanjut dia.

Menurut dia, negara-negara di dunia kini harus lebih masif melakukan Whole Genome Sequencing untuk memetakan varian baru. Sehingga varian Delta Plus bisa dikarantina lebih awal agar tidak semakin meluas penyebarannya.

“Jadi apa yang perlu kita lakukan? Kita harus mengawasi varian ini dengan ketat, meningkatkan whole genome sequencing di negara-negara di dunia untuk memantau penyebarannya. Dan kita perlu lebih banyak studi untuk menemukan apakah mutasi ini punya ciri khas, jadi kita perlu pantau dan mengawasinya,” tutup Soumnya.


Delta Plus di Indonesia

Tiga kasus Delta Plus dengan nomor kode AY.1 telah ditemukan di Indonesia. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof. Amin Soebandrio.

Meski demikian, dia tidak mengelaborasi lebih lanjut tanggal penemuan varian tersebut.

“Kalau yang dimaksud AY.1, ada tiga. Baru di Mamuju dan Jambi,” kata Prof. Amin kepada kumparanSAINS, Selasa (27/7).

Prof. Amin mengatakan bahwa secara resmi istilah Delta Plus “belum ada.” Meski demikian, varian AY.1 merujuk varian yang populer disebut sebagai Delta Plus.

Istilah Delta Plus sendiri muncul dari Kementerian Kesehatan India. Varian Delta Plus pertama kali terdeteksi di Eropa pada Maret lalu, sebelum merebak di India dan diumumkan di sana pada akhir Juni 2021.

LihatTutupKomentar