Muhammad Aslam, pedagang angkringan penggugat Presiden Joko Widodo mengkibarkan bendera putih di atas gerobaknya. Semenjak dibatasi oleh kebijakan PPKM darurat, Ia mengaku paling banyak hanya bisa menjual sembilan bungkus nasi setiap harinya.
Aslam berjualan angkringan di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Ia baru bisa membuka lapak dagangannya mulai jam enam sore. Namun karena aturan PPKM sejak tanggal 3 Juni hingga 20 Juli lalu, ia hanya bisa berjualan jam 8 malam, atau hanya sekitar dua jam.
Alhasil, pendapatannya menurun drastis."Maksimal hanya sembilan bungkus," kata pria berusia 29 tahun ini.
Meski kini pemerintah telah melonggarkan kebijakan, yakni jam buka yang lebih panjang dan selepas jam 8 malam hanya boleh "take away" atau bawa pulang, namun bagi usaha angkringan kebijakan ini tak berpengaruh besar.
Sebab, usaha angkringan Aslan menyewa tempat di bengkel mobil yang beroperasi siang hari, sehingga ia hanya bisa berjualan di sore hingga malam hari. Selain itu, angkringan merupakan makanan ringan yang biasa dimakan di tempat.
Sebelum berdagang angkringan, Aslam merupakan pegawai di sebuah event organizer. Namun tempat ia bekerja bangkrut akibat pandemi COVID-19. Demi bertahan hidup dan menafkahi keluarganya, ia pun memutar otak hingga akhirnya alih profesi sebagai pedagang angkringan.
"Sejak pandemi, akhirnya ga ada even, selama 6 bulan menganggur. Akhirnya saya punya motor saya jual buat buka usaha. Sempat jualan seafood, lima bulan trus tutup. Lalu cari modal buat angkringan, akhirnya saya jualan angkringan, sudah jalan lima bulan," kata Aslan.
Setelah berdiskusi dengan teman-temannya, Aslam pun memberanikan diri untuk mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara atas kebijakan PPKM.
"Gugata sudah kita masukkan. Sidang nanti tanggal 18 agustus jam 10 pagi," kata kuasa hukum Aslan, Viktor Tandiasa.