Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi terpidana gratifikasi mantan Kadis PUPR Mojokerto Zaenal Abidin ke Lapas kelas I Surabaya. Zaenal akan menjalani hukuman 5 tahun penjara.
"Jaksa Eksekusi Dody Sukmono, hari Kamis (12/8/2021) telah selesai melaksanakan Putusan MA Nomor : 1544 K/Pid.Sus/2021 tanggal 3 Juni 2021 Jo Putusan Pengadilan Tipikor pada PT Surabaya Nomor : 39 /Pid.Sus-TPK/2020/PT Sby tanggal 7 Desember 2020 Jo Putusan Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya Nomor : 39/Pid.Sus/TPK/2020/PN.Sby tanggal 1 Oktober 2020 atas nama terpidana Zaenal Abidin dengan cara memasukkannya ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Surabaya untuk menjalani pidana penjara selama 5 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan pers tertulisnya, Jumat (13/8/2021).
Baca juga:
Polri Gandeng Jasa Raharja Gelar Vaksinasi dan Beri Bansos di Papua
Ali menerangkan Zaenal juga dibebani membayar denda Rp 250 juta. Apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan 6 bulan.
"Uang pengganti sebesar Rp 1.270.000.000,00, dimana dalam waktu 1 bulan sesudah putusan ini berkekuatan hukum tetap, jika tidak membayar maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut, dengan ketentuan apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun," lanjut Ali.
Zaenal Abidin merupakan Kepala Dinas PUPR Pemkab Mojokerto periode 2010-2015. Dia ditetapkan sebagai tersangka dugaan gratifikasi bersama eks Bupati Mojokerto Mustofa Kemal Pasha.
Gratifikasi itu diterima, salah satunya, dari proyek pembangunan jalan pada 2015. Saat ditetapkan sebagai tersangka, KPK menduga gratifikasi yang diterima keduanya Rp 3,7 miliar. Dalam proses penyidikan, jumlah gratifikasi yang ditemukan bertambah hingga mencapai Rp 34 miliar.
Baca juga:
Langkah-langkah Pencegahan Penularan Virus Marburg
Selain itu, Mustofa dijerat sebagai tersangka kasus dugaan suap dan TPPU. Mustafa diduga menerima suap terkait pengurusan izin prinsip pemanfaatan ruang (IPPR) dan izin mendirikan bangunan (IMB) atas pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto pada 2015. KPK menduga Mustofa menerima Rp 2,7 miliar dari Ockyanto dan Onggo Wijaya, keduanya selaku pengusaha menara telekomunikasi.
Kemudian, KPK juga menetapkan Mustofa sebagai tersangka kasus dugaan TPPU. Dia diduga menyimpan secara tunai atau sebagian ke rekening bank miliknya atau perusahaan milik keluarga pada Musika Group, yaitu CV Musika, PT Sirkah Purbantara, dan PT Jisoelman Putra Bangsa. Modus yang digunakan adalah utang bahan atau beton.